Jadi Model Desa Mandiri Terintegrasi, Menteri Desa PDTT Dukung Jogja Agro Techno Park


Notice: Trying to get property 'post_excerpt' of non-object in /home/u1707302/public_html/terasdesa.co.id/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 95

TERASDESA.CO.ID — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo, mendukung program Jogja Agro Techno Park (JATP) yang digagas oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Program tersebut dirancang untuk menjadi model desa mandiri terintegrasi yang ditargetkan selesai dalam 2 tahun. Menteri Eko mengatakan, JATP akan menjadi pusat pelatihan bagi desa-desa mandiri yang terintegrasi secara vertikal. Menurutnya, JATP sudah memanfaatkan teknologi yang diyakini mampu meningkatkan nilai tambah bagi desa.

“Pak Sultan (Gubernur DIY) punya ide untuk membuat satu tempat percontohan yang dinamakan Jogja Agro Techno Park. Di situ benar-benar ada mulai dari pembibitannya, peternakannya, pertanian, embung, sehingga itu akan benar-benar menjadi contoh buat satu model desa-desa mandiri yang terintegrasi,” ujarnya usai pertemuan dengan Gubernur DIY di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta, Rabu (14/6).

Selain itu, lanjutnya, JATP yang rencananya berlokasi di Desa Wijilan, Kabupaten Kulonprogo tersebut dan dekat dengan area bandara, akan bisa dimanfaatkan sebagai destinasi wisata. Menteri Eko mengatakan dirinya juga akan melibatkan beberapa kementerian terkait untuk pengembangannya.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menjelaskan, JATP adalah tempat pembelajaran bagi para petani untuk mengembangkan potensinya di tanah sendiri atau secara berkelompok. Menurutnya, konsep yang diaplikasikan dalam JATP tersebut adalah pengembangan nilai baru di sektor pertanian.

“Jadi di sini (Jogja Agro Techno Park) terjadi transformasi budaya dan memanfaatkan teknologi. Harapan saya, nanti kalau Indonesia memasuki masyarakat industri, dia sudah tidak kaget karena sudah terjadi transformasi budaya,” ujarnya.

Menurutnya, kepemilikan tanah di Yogyakarta relatif sempit membutuhkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas petani. Teknologi tersebut meliputi peralatan sarana pascapanen, benih, dan teknologi lain yang juga meliputi sektor perikanan dan peternakan.

“Jumlah investasi kasar mencapai Rp 68 miliar. Ini masih bisa bertambah, karena belum masuk training dan riset. Kalau semua pihak mendukung, akan kita bicarakan bentuk kerjasamanya,” terangnya.

Exit mobile version